Sejarah Singkat Kampung Citilu Banjarwangi Garut
Pada
tahun 1913 ada seseorang yang bernama Madhapi, Madhapi tinggal di salah
satu kampung yaitu kampung Cihanjawar. Madhapi mempunyai keahlian
menyadap pohon kawung (mengambil air nira pada pohon aren untuk kemudian
dijadikan gula merah atau gula aren) dari keahliannya itu Madhapi
bekerja sebagai tukang sadap.
Pada
suatu hari, ktika Madhapi menjalankan kegiatan sehari-harinya yaitu
menyadap pohon aren. Madhapi mulai bingung mencari pohon aren yang akan
di sadap karena pohon aren di kampungnya itu sudah hampir semuanya ia
sadap untuk diambil air nirnya. Kemudian Madhapi mencari ke sana kemari
mencari pohon aren sampai akhirnya Madhapi tiba di suatu tempat yang
berlembah yang banyak ditumbuhi pohon aren. Madhapi sangat senang
menemukan tempat baru itu karena ia bisa menambah penghasilan dari
menyadap. Madhapi mempunyai saudara laki-laki yang bernama al-Haif dan
panggilan akrabnya adalah Mama Al-haif. Mama Al-haif bisa di katkan
orang yang taat beribadah di kampung Cihanjawar atau di masa sekarang
lebih trend dengan sebutan ustad. Kemudian setelah menemukan tempat
tersebut Madhapi langsung bergegas pulang dan menceritakan soal tempat
baru yang ditemukannya tadi siang kepada Mama Al-Haif. Esok harinya
Madhapi Dan Mama Al-haif bergegas untuk mendatangi tempat yang banyak
ditumbuhi pohon aren itu. Sesampainya ditempat itu semua peralatan untuk
menyadappun dikeluarkan oleh keduanya dan langsung memanjati pohon aren
satu persatu. hampir setiap hari Madhapi dan mama Al-Haif mengambil air
nira ditempat itu. Kemudian kabar tentang keberadaan tempat itu pun
meluas di kalangan tukang sadap sampai akhirnya diketahui oleh semua
warga kampung Cihanjawar dan sebagian dari mereka memutuskan untuk
bermukim dan menetap ditempat itu.
Pada
suatu ketika Mama Al-haif hendak berangkat berziarah ke kota Cirebon ke
makam Syekh Syarif Hidayatulloh untuk beberapa hari lamanya. Sepulang
dari Cirebon Mama Al-Haif membawa sebuah kendi kecil yang berisikan air,
kendi yang ditemukan di makam Syekh Syarif Hidayatulloh setelah
sebelumnya ia bermimpi bertemu dengan Syekh Syarif Hidayatulloh dan
beliau berkata kepada Mama Al-haif "sepulang dari sini bawalah air
dalam kendi itu kemudian ditanamkan ditempat yang telah ditemukan
saudaramu, tanamlah di bawah pohon pisang, tanamlah pada malam hari
tepat pada tanggal 14 Mulud dan bertawasulah kepadanya untuk mendapatkan
sumber matair baru". Setibanya di tempat yang banyak ditumbuhi pohon
aren Mama al-Haif menjalankan semua perintah yang didapat dari mimpinya
itu. Air dalam kendi itu ditanam di bawah pohon pisang di sebuah tempat
dimana warga menyebutnya dengan sebutan Cisaladah. Malam itu tepat pada
malam hari tanggal 14 Mulud Mama al-Haif pun bermunajat dan bertawasul
kepada Allah S.W.T selama kurang lebih tujuh hari tujuh malam dengan
harapan bisa muncul sumber mata air baru ditempat tersebut.
Atas
rahmat Allah dengan syareatnya menanam air dibawah pohon pisang
akhirnya setelah hampir satu minggu air pun mulai perlahan keluar dari
sela-sela akar pohon pisang. Air yang keluar dari bawah pohon pisang itu
terus mengeluarkan air yang jernih hingga lama kelamaan membentuk
sebuah aliran sungai kecil yang alirannya mengalir ke dua sungai yang
telah ada sebelumnya yaitu sungai Ciganggaong dan sungai Patapaan. Sejak
itulah sungai ditempat itu bertambah satu menjadi tiga aliran sungai,
aliran ketiga sungai itu mengalir ke sunga yang lebih besar yaitu ke
sungai Ciudian dan aliran dari sungai Ciudian mengalir jauh hingga ke
kecamatan Singajaya.
Dengan
bertambahnya satu sungai ditempat itu menjadi tiga sungai yaitu sungai
Cigangaong, sungai Patapan dan sungai baru yang diberi nama sungai
Cisaladah, akhirnya warga yang menetap di tempat itu dan waraga di
kampung tetangga menyebut tempat itu dengan sebutan Citilu, Ci artinya
cai atau dalam bahasa Indonesianya berati air dan tilu artinya tiga, nah
mungkin dari kejadian itulah kampung tersebut disebut dan dikenal
dengan sebutan kampung Citilu. Kemudian selanjutnya kenapa air dalam
kendi itu ditanam di Cisaladah karena pada masa iitu di Cisaladah banyak
ditumbuhi tanaman air yaitu Saladah. Saladah adalah sejenis tanaman air
yang biasa dikonsumsi dengan sambal atau lebih dikenal dengan lalapan.
Dari kejadian itu setiap malam 14 mulud para warga memperingatinya
dengan mandi di sungai Cisaladah. akan tetapi kebiasan tersebut mulai
jarang bahkan sekarang sudah tidak dilakukan oleh para warga kampung
Citilu karena para sesepuh dan orang tua yang terdahulu yang biasa
melakukan kegiatan mandi pada malam tanggal 14 Mulud di sungai Cisaladah
telah tiada oleh karena itu kebiasaan mandi pun sudah tidak dilakukan
lagi oleh warga kampung Citilu sampai saat ini.
Post a Comment for "Sejarah Singkat Kampung Citilu Banjarwangi Garut"